Rabu, 07 Maret 2012

Pembiayaan Murobahah Dengan Dua Aqad


 Membahas inti permasalahan dari web yg sudah saya cantumkan mengenai murabahah
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4572/akad-murabahah-dan-penyelesaian-sengketa-perbankan-syariah
Mengenai utang dalam Murabahah, ketentuan Bagian Keempat Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah (sumber www.mui.or.id), mengatur sebagai berikut:
1.        Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2.        Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3.        Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Selain itu, dalam buku Akad Syariah, Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.  menjelaskan antara lain bahwa sebagai salah satu rukun akad, objek dalam murabahah yaitu barang yang dijual harus secara prinsip sudah beralih kepemilikannya ke tangan penjual (hal. 45).

Jadi, berdasarkan uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam murabahah barang yang dijual harus secara prinsip sudah beralih kepemilikannya ke tangan penjual. Karena itu, nasabah dapat secara bebas menjual barang (objek) perjanjian murabahah, walaupun belum dilunasi pembayarannya.


Inti dari "http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=785"
yang berjudul "HUKUM MENGGABUNGKAN DUA AKAD DALAM SATU AKAD (AL-'UQUD AL-MURAKKABAH)"
Misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst
Aplikasinya dalam bank syariah misalnya akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira` (Murabahah KPP [Kepada Pemesan Pembelian]/Deferred Payment Sale). Akad ini tidak sama persis dengan akad Murabahah yang asli, yaitu jual beli pada harga modal (pokok) dengan tambahan keuntungan yang diketahui dan disepakati oleh penjual dan pembeli. (Shalah Ash-Shawi & Abdullah Mushlih, Maa Laa Yasa'u At-Tajiru Jahlahu, hal. 77; Abdur Rouf Hamzah, Al-Bai' fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 15; Ayid Syarawi, Al-Masharif al-Islamiyah, hal. 399 dst).
Jadi dalam Murabahah KPP ini ada dua akad; akad jual beli antara lembaga keuangan dan penjual; dan akad jual beli antara lembaga keuangan dengan pembeli.
Pendapat yang terpilih (rajih) bagi kami, akad rangkap hukumnya tidak sah secara syari. Alasan kami;
Pertama, kaidah fiqih yang digunakan tidak tepat. Dengan mendalami asal-usulnya, nyatalah kaidah itu hanya cabang dari kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (hukum asal segala sesuatu adalah boleh). Padahal nash-nash yang mendasari kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (misal QS Al-Baqarah:29) berbicara tentang hukum benda (materi), bukan tentang hukum muamalah (perbuatan manusia). (Hisyam Badrani, Tahqiq Al-Fikr Al-Islami, hal. 39).
Kedua, ada nash yang melarang penggabungan akad. Ibnu Masud RA berkata,Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin) (HR Ahmad, Al-Musnad, I/398). Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau akad jual beli digabung dengan akad ijarah. (al-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/308).
Yogyakarta, 26 September 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi


-Beberapa opini dari para pakar dan praktisi, diantaranya:
Oleh: Asmi Nur Siwi Kusmiyati* dengan judul
"Risiko Akad dalam Pembiayaan Murabahah pada BMT di Yogyakarta(dari Teori ke Terapan)"
http://journal.uii.ac.id/index.php/JEI/article/viewFile/1045/970 dan
Studi Analisis Terhadap Pemikiran Muhammad Syafi’i Antonio Tentang Murabahah Dalam Perspektif Hukum Islam adalah sebagai berikut;
Konsep murabahah Muhammad Syafi’i Antonio menunjukkan bahwa:
1.      pemahaman terhadap riba yang lebih menakankan pada aspek legal.
2.      Terjadinya rekayasa akad sebagai muslihat yang dilarang dalam islam dalam praktek murabahah.
3.      Klausul kontrak yang ditandatangani di awal membuat bank syariah lepas dari segala resiko kerugian dan melimpahkan segala resiko kerugian kepada nasabah.
4.      Pembiayaan murabahah dalam konsep Muhammad Syafi’i Antonio mempunyai keterkaitan dengan waktu. Sehingga dalam pandangan penulis, konsep murabahah munurut Muhammad Syafi’i Antonio masih bias terhadap riba.

-Hasil penelitian dri praktik yg dilakukakan bank syariah tentang murabahah dengan dua aqad dpt di jelaskan dari tesis yang dilakukan oleh MUKHLAS, yang berjudul "Implementasi gadai syariah dengan Akad murabahah dan Rahn(studi di pegadaian syariah cabang Mlati Sleman Yogyakarta)" 
eprints.uns.ac.id/492/1/169412009201011061.pdf

kesimpulan
menurut pendapat saya apabila merujuk kepada ilmu Ushul fikih, pada dasarnya murabahah tidak diperbolehkan karena presepsinya adalah utang yang dikemas dalam jual beli dan murabahah diperbolehkan apabila presepsinya adalah IMBT(Ijarah muntahiyah bittamlik) yaitu; akad sewa barang yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Perpaduan antara sewa dan jual beli. Harga sewa meliputi harga sewa + cicilan jual beli. Setiap pembayaran cicilan, harga barang disusutkan sampai akhirnya tinggal 1 rupiah. Setelah itu barang dihibahkan/dijual kepada penyewa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar