MUDHARABAH
1.
Definisi Mudharabah
Mudharabah
berasal dari bahasa
Arab yang diambil dari kata dharab yang bermakna memukul, bergerak,
pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi. Mudharabah
adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik
modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang
tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami
kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).
2.
Landasan Syariah Mudharabah
Artinya
: “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu…” (Q.S. al-Baqarah : 198)
3.
Jenis-jenis Mudharabah
a.
Mudharabah Muthlaqah
Adalah
bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib)
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal
memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam
mengelola modal dan usahanya.
b.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah
muqayyadah atau biasa disebut juga dengan
istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib)
dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan
ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal)
dalam memasuki jenis dunia usaha.
4.
Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah
biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :
a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk
tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;
b. Deposito spesial (special investment), dimana
dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah
saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan
untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja
perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah
muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).
5.
Prosentasi Pembiayaan Mudharabah
Untuk
mengetahui prosentase pembiayaan, terleb ih dahulu dapat kita ketahui dari
perkembangan bank syariah Indonesia per tahun, baik dari BUS (Bank
Umum Syariah),UUS (Unit
Usaha Syariah)
ataupun BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah).
Tabel
1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)
|
||||||||
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
BUS = Bank Umum Syariah
·
Jumlah
Bank
|
3
|
3
|
3
|
5
|
6
|
11
|
11
|
11
|
UUS
= Unit Usaha Syariah
·
Jumlah
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
|
19
|
20
|
26
|
27
|
25
|
23
|
23
|
24
|
BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah
·
Jumlah
Bank
|
95
|
105
|
114
|
131
|
138
|
150
|
153
|
155
|
Tabel 2. Komposisi Pembiayaan
Yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Financing
Composition of Islamic Commercial Bank and Islamic Business Unit)
|
|||||||
Akad
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Akad Mudharabah
|
4,062
|
5,578
|
6,205
|
6,597
|
8,631
|
9,549
|
10,133
|
Tabel 3. Komposisi Pembiayaan
Yang Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Financing Composition of
Islamic Rural Bank)
|
|||||||
Akad
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Akad
Mudharabah
|
26,351
|
41,714
|
42,952
|
52,781
|
65,471
|
72,177
|
73,856
|
6.
Mekanisme Perhitungan Mudharabah Yang Dijalankan Oleh Perbankan
Dalam mudharabah istilah profit
and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya
keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss).
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam mudharabah yang
dibagihasilkan adalah pendapatan. Pendapatan terkecil adalah nol. Maka
dimaksudkan kerugian dalam mudharabah adalah ketidak mampuan nasabah dalam
membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya, atau jumlah
seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya. Bila
terjadi demikian, kerugian ditanggung oleh bank syariah, kecuali akibat:
- nasabah melanggar syarat yang telah disepakati.
- nasabah lalai dalam menjalankan modalnya.
Contoh 1
Contoh perhitungan bagi hasil bagi
dana pihak ketiga (tabungan/deposito masyarakat). Bapak ahmad memiliki deposito
Rp 10.000.000,00 jangka waktu satu bulan (1 Desember 2000 s/d 1 januari 2001),
dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57%:43%. Jika keuntungan bank
yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 2000 adalah Rp
20.000.000,00 dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp
950.000.000,00. Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak Ahmad?
Jawab:
Keuntungan diperoleh bapak Ahmad adalah :
(Rp 10.000.000,00 / Rp 950.000.000,00) x 57 % x Rp
20.000.000,00 = Rp 120.000,00
Jadi keuntungan yang diperoleh bapak Ahmad sebesar Rp
120.000,00
Contoh perhitungan pembiayaan mudharabah
Mudharabah ternak qurban sebesar Rp 10.000.000, dan nisbah
bagi hasil 60:40 (bank:nasabah). Rencana pengembalian modal sekaligus tanggal 1
Maret. Ternyata aktualisasi hasil yang ada diperhitungkan sebesar Rp
1.000.000,00 maka perhitungannya:
Nisbah 60:40 aktualisasi hasil
Rp 1.000.000,00
Profit bank 60/100 x Rp 1.000.000 =
Rp 600.000,00
Keuntungan nasabah
Rp 400.000,00
Jadi pembayaran ke bank tanggal 1 Maret = Rp
10.600.000,00
Contoh 2.
Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan
kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang buku di Pasar Shoping
Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana dan Irfa
sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000
sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS :
Irfa = 30% : 70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba
Rugi penjualan buku sebagai berikut:
Penjualan
Rp. 1.000.000
Harga Pokok Penjualan (Rp.
700.000)
Laba
Kotor
Rp. 300.000
Biaya-biaya
(Rp 100.000)
Laba bersih
Rp 200.000
Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari
kerjasama bisnis tersebut pada tanggal 31 Pebruari 2009 bila kesepakan
pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode[4]:
a.
Profit sharing
b.
Revenue sharing
Jawab:
a.
Profit sharing
Bank
Syariah = 30% x Rp 200.000
(Laba bersih) = Rp 60.000
Irfa
= 70% x Rp 200.000
= Rp 140.000
b.
Revenue sharing
Bank
Syariah = 30% x Rp 300.000
(Laba Kotor) = Rp 90.000
Irfa
= 70% x Rp 300.000
= Rp 210.000
7.Manfaat
dan Resiko Mudharabah
Adapun manfaat yang diperoleh dari
sistem mudharabah ini antara lain :
a.
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat;
b.
Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha bank sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negative spread.
c.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap
berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.
Sedangkan resiko dalam mudharabah,
terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, antara lain :
a.
Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan
seperti yang disebut dalam kontrak;
b.
Lalai dan kesalahan yang disengaja;
c.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Dengan
demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk
mencapai profit (keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan
dan modal, dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga
menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung
resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung
resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah
dijalankannya.
MUSYARAKAH
1.
Definisi Musyarakah
Musyarakah
secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari
kata syaraka yang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut
istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.Landasan
Hukum Syariah Musyarakah
Artinya
: “… dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh”. (Q.S. Shad: 24)
3.Jenis-jenis
Musyarakah
a.
Musyarakah kepemilikan yang terjadi karena warisan,
wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah asset nayata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan asset tersebut.
b.
Musayarakah akad (kontrak) tercipta dengan cara
kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka
memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan
kerugian.
Musyarakah
akad terbagi menjadi : al-’inan, al-mufawwadhah,
al-a’mal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda berbeda
pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah
atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori musyarakah
karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah.
Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.
Berikut ini akan jelaskan mengenai pembagian musyarakah akad tersebut.
·
Syirkah al-’inan adalah
kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi
dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi
dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan
tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi
hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
·
Syirkah al-mufawwadhah adalah
kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat
utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban
utang dibagi oleh masing-masing pihak.
·
Syirkah al-a’mal atau
kadang disebut juga dengan musyarakah abdan atau sana’i adalah kontrak
kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
·
Syirkah al-wujuh adalah
kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik
serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam
keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh setiap mitra. Jenis syrirkah ini tidak memerlukan modal karena
pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini
biasa disebut dengan musyarakah piutang.
Adapun jenis syirkah
al-mudharabah sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, sehingga
tidak perlu lagi dipaparkan di sini.
4.Implementasi
Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Implementasi
musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada
pembiayaan-pembiayaan seperti:
a. Pembiayaan
Proyek
Musyarakah
biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut,
dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi
hasil yang telah disepakati untuk bank.
b.
Modal Ventura
Pada
lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan
perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.
5. Prosentasi
Pembiayaan Musyarakah
Tabel 4. Komposisi Pembiayaan
Yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Financing
Composition of Islamic Commercial Bank and Islamic Business Unit)
|
|||||||
Akad
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Akad Musyarakah
|
2,335
|
4,406
|
7,411
|
10,412
|
14,624
|
16,295
|
18,759
|
Tabel 5 . Komposisi Pembiayaan
Yang Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Financing Composition of
Islamic Rural Bank)
|
|||||||
Akad
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Akad
Musyarakah
|
65,342
|
90,483
|
113,379
|
144,969
|
217,954
|
239,430
|
246,796
|
6. Mekanisme Perhitungan Musyarakah Yang Dijalankan Oleh Perbankan
Nasabah Bank ABC mengajukan
pembiayaan Pengembangan software ADLC dari sebuah perusahaan Telekomunikasi
terkemuka di Indonesia, PT XYZ. Total Nilai proyek yang akan dikerjakan adalah
sebesar Rp 2.970.000.00, termasuk PPN 10%. Berdasarkan perhitungan kebutuhan
modal kerja, nasabah membutuhkan MK sebesar Rp 1.744.947.500. Bank memiliki
aturan untuk memberikan share pembiayaan maksimum 70% dari kebutuhan
pembiayaan. Berdasarkan proyeksi cashflow nasabah penarikan modal kerja
dilakukan secara bertahap (sesuai tabel) dan pembayaran dari Bouwheer dilakukan
berdasarkan progress penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak (terlampir
dalam tabel)
Pertanyaan:
a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ?
b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% pa ? Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ?
Jawab:
a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00
b. Menghitung nisbah bagi hasil didasarkan atas pendapatan nett nasabah setelah mengeluarkan PPN, sehingga pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00
Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini.
Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah.
Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata-rata 65%) dengan perhitungan
= MK/NP(nilai Proyek)
= 1.744.947.500 / 2.700.000.000,-
= 64,63% atau dibulatkan menjadi 65%
Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,-
Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya.
Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah.
Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional.
Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.
Pertanyaan:
a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ?
b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% pa ? Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ?
Jawab:
a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00
b. Menghitung nisbah bagi hasil didasarkan atas pendapatan nett nasabah setelah mengeluarkan PPN, sehingga pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00
Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini.
Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah.
Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata-rata 65%) dengan perhitungan
= MK/NP(nilai Proyek)
= 1.744.947.500 / 2.700.000.000,-
= 64,63% atau dibulatkan menjadi 65%
Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,-
Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya.
Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah.
Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional.
Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.
7. Manfaat
dan Resiko Musyarakah
Manfaat yang diperoleh dari akad musyarakah
ini adalah :
a.
Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b.
Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu
kepada nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga
bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c.
Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil
dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagi.
e.
Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap
dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan
yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan resiko dalam musyarakah,
terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, antara lain :
a.
Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan
seperti yang disebut dalam kontrak;
b.
Lalai dan kesalahan yang disengaja;
c.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Keistimewaan-keistimewaan sistem
bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah tersebut antara lain :
a.Pertumbuhan
ekonomi, dimana tujuan utama perbankan syariah adalah untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
b.Mencegah
capital flight yang dapat memperlemah pertumbuhan ekonomi.
c.Jaminan
sosial dan pemerataan kekayaan,.
d.Prinsip
operasional perbankan syariah menggunakan nilai-nilai syariah, sehingga dapat
menciptakan kemaslahatan masyarakat.
e.Dalam
perbankan syariah terdapat dewan pengawas syariah (DPS) untuk mengawasi
keabsahan kegiatan atau transaksi yang ada.
f.Memberikan
peluang kepada masyarakat untuk melakukan bisnis.
DAFTAR
PUSTAKA
·
ariefriez.blogspot.com/2011/10/implementasi-akad-mudharabah.html
·
ayahaca.wordpress.com/2011/06/06/34/
hehehe bagus blognya,cuma tinggal ganti cover aja^_^ cmungud2 ea
BalasHapus