Rabu, 23 Mei 2012

PRAKTIK RIIL MUDHARABAH & MUSYARAKAH YANG DIJALANKAN OLEH PERBANKAN


MUDHARABAH
1.  Definisi Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharab yang bermakna memukul, bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi. Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak,  dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).

2.  Landasan Syariah Mudharabah
Artinya : “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…” (Q.S. al-Baqarah : 198)

3.  Jenis-jenis Mudharabah
a.  Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib  dalam mengelola modal dan usahanya.
b.  Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah  adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal) dalam memasuki jenis dunia usaha.

4. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :
a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;
b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah  diterapkan untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).

5. Prosentasi Pembiayaan Mudharabah
Untuk mengetahui prosentase pembiayaan, terleb ih dahulu dapat kita ketahui dari perkembangan bank syariah Indonesia per tahun, baik dari BUS (Bank Umum Syariah),UUS (Unit Usaha Syariah) ataupun BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah).
           
Tabel 1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
BUS = Bank Umum Syariah
·   Jumlah Bank

3 
3
3  
5
6
11
11
11
UUS = Unit Usaha Syariah
·      Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS

19
20
26
27
25
23
23
24
BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah
·   Jumlah Bank

95 
105
114
131
138
150
153
155

Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Financing Composition of Islamic Commercial Bank and Islamic Business Unit)
Akad
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Akad Mudharabah
4,062
5,578
6,205
6,597
8,631
9,549
10,133


Tabel 3. Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Financing Composition of Islamic Rural Bank)
Akad
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Akad Mudharabah
26,351
41,714
42,952
52,781
65,471
72,177
73,856
6. Mekanisme Perhitungan Mudharabah Yang Dijalankan Oleh Perbankan
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam mudharabah yang dibagihasilkan adalah pendapatan. Pendapatan terkecil adalah nol. Maka dimaksudkan kerugian dalam mudharabah adalah ketidak mampuan nasabah dalam membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya, atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya. Bila terjadi demikian, kerugian ditanggung oleh bank syariah, kecuali akibat:
  1. nasabah melanggar syarat yang telah disepakati.
  2. nasabah lalai dalam menjalankan modalnya.

Contoh 1
Contoh perhitungan bagi hasil bagi dana pihak ketiga (tabungan/deposito masyarakat). Bapak ahmad memiliki deposito Rp 10.000.000,00 jangka waktu satu bulan (1 Desember 2000 s/d 1 januari 2001), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57%:43%. Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 2000 adalah Rp 20.000.000,00 dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp  950.000.000,00. Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak Ahmad?
Jawab:
Keuntungan diperoleh bapak Ahmad adalah :
(Rp 10.000.000,00 / Rp 950.000.000,00) x 57 % x Rp 20.000.000,00 = Rp 120.000,00
Jadi keuntungan yang diperoleh bapak Ahmad sebesar Rp 120.000,00
Contoh perhitungan pembiayaan mudharabah
Mudharabah ternak qurban sebesar Rp 10.000.000, dan nisbah bagi hasil 60:40 (bank:nasabah). Rencana pengembalian modal sekaligus tanggal 1 Maret. Ternyata aktualisasi hasil yang ada diperhitungkan sebesar Rp 1.000.000,00 maka perhitungannya:
Nisbah 60:40 aktualisasi hasil                   Rp 1.000.000,00
Profit bank   60/100 x Rp 1.000.000 =     Rp    600.000,00
Keuntungan nasabah                                 Rp    400.000,00
Jadi pembayaran ke bank tanggal 1 Maret  =  Rp 10.600.000,00

Contoh 2.
Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000 sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS : Irfa = 30% : 70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi penjualan buku sebagai berikut:
Penjualan                           Rp. 1.000.000
Harga Pokok Penjualan     (Rp.   700.000)
Laba Kotor                        Rp.    300.000
Biaya-biaya                       (Rp     100.000)
Laba bersih                        Rp     200.000
Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada tanggal 31 Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode[4]:
a. Profit sharing
b. Revenue sharing
Jawab:
a. Profit sharing
Bank Syariah         =  30% x Rp 200.000 (Laba bersih)    = Rp 60.000
Irfa                        =  70% x Rp 200.000                         = Rp 140.000
b. Revenue sharing
Bank Syariah         =  30% x Rp 300.000 (Laba Kotor)    = Rp 90.000
Irfa                        =  70% x Rp 300.000                          = Rp 210.000

7.Manfaat dan Resiko Mudharabah
            Adapun manfaat yang diperoleh dari sistem mudharabah ini antara lain :
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat;
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah  berbeda dengan prinsip bunga  tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
            Sedangkan resiko dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, antara lain :
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Dengan demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk mencapai profit (keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya.
MUSYARAKAH
1.  Definisi Musyarakah
Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata syaraka yang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

2.Landasan Hukum Syariah Musyarakah
Artinya : “… dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh”. (Q.S. Shad: 24)

3.Jenis-jenis Musyarakah
a. Musyarakah kepemilikan yang terjadi karena warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nayata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
b. Musayarakah akad (kontrak) tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi : al-’inan, al-mufawwadhah, al-a’mal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah. Berikut ini akan jelaskan mengenai pembagian musyarakah akad tersebut.
·         Syirkah al-’inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
·         Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
·         Syirkah al-a’mal atau kadang disebut juga dengan musyarakah abdan atau sana’i adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
·         Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syrirkah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut dengan musyarakah piutang.
            Adapun jenis syirkah al-mudharabah sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, sehingga tidak perlu lagi dipaparkan di sini.

4.Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan seperti:
a. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

 5. Prosentasi Pembiayaan Musyarakah


Tabel 4. Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Financing Composition of Islamic Commercial Bank and Islamic Business Unit)
Akad
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Akad Musyarakah
2,335
4,406
7,411
10,412
14,624
16,295
18,759
Tabel 5 . Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Financing Composition of Islamic Rural Bank)
Akad
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Akad Musyarakah
65,342
90,483
113,379
144,969
217,954
239,430
246,796

6. Mekanisme Perhitungan Musyarakah Yang Dijalankan Oleh Perbankan
Nasabah Bank ABC mengajukan pembiayaan Pengembangan software ADLC dari sebuah perusahaan Telekomunikasi terkemuka di Indonesia, PT XYZ. Total Nilai proyek yang akan dikerjakan adalah sebesar Rp 2.970.000.00, termasuk PPN 10%. Berdasarkan perhitungan kebutuhan modal kerja, nasabah membutuhkan MK sebesar Rp 1.744.947.500. Bank memiliki aturan untuk memberikan share pembiayaan maksimum 70% dari kebutuhan pembiayaan. Berdasarkan proyeksi cashflow nasabah penarikan modal kerja dilakukan secara bertahap (sesuai tabel) dan pembayaran dari Bouwheer dilakukan berdasarkan progress penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak (terlampir dalam tabel)
Pertanyaan:

a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ?
b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% pa ? Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ?

Jawab:

a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00
b. Menghitung nisbah bagi hasil didasarkan atas pendapatan nett nasabah setelah mengeluarkan PPN, sehingga pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00

Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini.

Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah.

Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata-rata 65%) dengan perhitungan
= MK/NP(nilai Proyek)
= 1.744.947.500 / 2.700.000.000,-
= 64,63% atau dibulatkan menjadi 65%

Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,-
Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya.

Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah.
Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional.
Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.

7. Manfaat dan Resiko Musyarakah
            Manfaat yang diperoleh dari akad musyarakah ini adalah :
a. Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagi.
e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
            Sedangkan resiko dalam musyarakah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, antara lain :
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Keistimewaan-keistimewaan sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah  tersebut antara lain :
a.Pertumbuhan ekonomi, dimana tujuan utama perbankan syariah adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
b.Mencegah capital flight yang dapat memperlemah pertumbuhan ekonomi.
c.Jaminan sosial dan pemerataan kekayaan,.
d.Prinsip operasional perbankan syariah menggunakan nilai-nilai syariah, sehingga dapat menciptakan kemaslahatan masyarakat.
e.Dalam perbankan syariah terdapat dewan pengawas syariah (DPS) untuk mengawasi keabsahan kegiatan atau transaksi yang ada.
f.Memberikan peluang kepada masyarakat untuk melakukan bisnis.


DAFTAR PUSTAKA
·         ariefriez.blogspot.com/2011/10/implementasi-akad-mudharabah.html
·         ayahaca.wordpress.com/2011/06/06/34/



1 komentar:

  1. hehehe bagus blognya,cuma tinggal ganti cover aja^_^ cmungud2 ea

    BalasHapus